[BeraniCerita #11] Kembalinya Cincin Ibu

“Ci, ayah lagi bingung sebetulnya” Desah Ayah Cici saat mereka sedang sarapan

“Kenapa yah?” Dengan mimik muka penuh tanda tanya

“Ayah lagi gak punya uang nih, yang penting sih untuk operasional sehari-hari”

“Kamu punya uang gak? Biar Ayah pinjam dulu deh”

Ya elah ayah nih pura-pura lupa, kan kita sekantor jadi Cici belon ada uang juga” Ujar Cici sambil mencibir

“Harusnya tuh ayah yang bilang sama Pak Bos, bagiin gitu dah insentifnya

Akhirnya mereka terdiam untuk beberapa saat.

“Eh Ci, Ayah lihat di tangan Ibu ada cincin tuh?” Dengan tatapan berbinar

“Masa? Terus?”

“Ya Ayah pinjam dulu gitu nanti di ganti, gimana kira-kira kata kamu?”

Ya udah Ayah tanya gih ke Ibu, noh panjang umur Ibunya lewat

“Bu, bu sini deh” Seru Ayah dengan nada menggoda

“Iya, ada apa yah?”

“Mmmm, boleh gak Ayah pinjam cincin ibu?” Dengan memasang muka memelas

“Buat apa?” Tanya ibu dengan muka penuh selidik

“Ayah gak punya uang untuk operasional sehari-hari, boleh gak Ayah pinjam dulu nanti di ganti lagi cincin ibu”

“Itu cincin ibu emas kan?”

Nih boleh” Sambil melepaskan cincin dari jari tangannya

Apa sih yang gak buat ayah” Dengan nada setengah ketawa

….

Saat Cici dan Ibu sedang nonton, terlihat Ayah pulang dari toko emas dengan wajah cemberut lalu menghempaskan diri di sofa bersama kami.

“Hhmm Ibu nih ngerjain Ayah!” Keluh Ayah dengan nada sebal

“Masa Ayah dikira penipu, katanya cincin Ibu bukan emas!”

Cici dan Ibu terdiam.

Ayah lihat mereka dengan muka penuh tanya, lalu Cici dan Ibu saling bersitatap dan berkata

“Kena deh, hahahaha” Jawab Cici dan Ibu serentak.

Mereka berdua tertawa lepas karena telah berhasil menipu Ayah. Cincin Ibu itu ternyata hanya perak bukan emas putih seperti perkiraan Ayah.

“Selamat ulang tahun Ayah sayang” Kecup Cici dan Ibu bergantian.

Ayah hanya bisa terdiam dan tersipu-sipu malu 🙂

banner-BC#11

Kata : 294

[BeraniCerita #10] Surat Undangan

Ayah Liza keluar dari ruang kerjanya sambil mengacungkan sepucuk surat.
“Liza,” katanya, “aku sedang mencarimu; masuklah ke ruang kerjaku.”
Liza mengikuti ayahnya memasuki ruang kerja, dan ia menduga bahwa apa yang akan disampaikan oleh ayahnya tentu berhubungan dengan surat yang dipegangnya.

“Ini baca” ayahnya memberikan surat itu ke Liza

Kau mau berkata apa lagi?” dengan suara beratnya

Liza terdiam dan tak berani menatap ayahnya…

Haaaahh, rasanya aku sudah bosan mendengar janjimu”

“Kenapa kau tidak mengikuti saranku sih?!” Suara Ayah Liza meninggi

Bukankah aku sudah mengatakannya berulang kali dan setiap hari pula?!”

Ayah Liza terdiam…

Tadi, aku juga sudah telepon Wali kelasmu

“Aku juga tahu apa yang kau rasakan Liz, tapi ini untuk kebaikanmu juga”

Aku pikir dengan umurmu yang akan menginjak 14 tahun, kau akan berubah” desah Ayah Liza

Mulailah berubah, dan tanamkan dalam diri bahwa Aku bisa, Aku yakin, dan Aku mampu untuk tidak mengompol lagi di kelas!” Ujar Ayah Liza sambil memainkan surat undangan dari pihak sekolah

banner-BC#10

Kata : 168

[Berani Cerita #09] Uang Makan

“Gimana nih bos? Uang makan beres?!” Ujar Pak Ujang yang hampir setiap hari tak pernah luput bertanya

“Belum atuh pak, Sabar dong. SK juga belum turun. Lagipula kalau udah ada beritanya nanti saya kabarin!” Keluh Bu Nenden dengan ketusnya

“Mana berkasnya udah selesai semua? Orang pusat aja udah tanyain, emang cabangnya aja yang lambat gak mau gerak!”

“Ya mangga, bapak aja gih kalau gitu yang ngurusinnya ke pusat. Saya tinggal terima beres aja, daripada bapak penasaran terus!”

…..

“Heran, kenapa sih Pak Ujang itu masih aja ributin soal uang makan?”

“Iya, padahal uang makan cuma berapa, palingan juga abis untuk traktir bakso 15 orang aja”

“Gak pantaslah orang pangkatnya aja udah tinggi, masih ributin begituan!”

“Iya, Uang ja yang ada dipikirannya! Jangan-jangan dia punya istri muda??”

Gunjingan  yang terdengar dari arah kantin saat jam makan siang antara Bu Nenden dan teman-temannya.

…..

Pak Ujang tidak masuk kerja selama satu minggu, dan gosip pun berseliweran kembali. Karena penasaran akhirnya Bu Nenden menyuruh Soleh ke rumah Pak Ujang untuk menjenguk.

“haah haah haah, bu, bu, bu nenden” ujar Soleh dengan napas terengah-engah

“ada apa sih leh, kenapa kamu??” dengan raut muka yang menekuk bu nenden bertanya

“Bu, menurut info yang saya dapat dari tetangganya, ternyata Pak Ujang itu sedang pulang kampung untuk makamin istrinya, dan ternyata juga istrinya itu terkena kanker sejak lama, dari minggu kemarin itu kritis masuk RS lagi. Mungkin itu kali yah kenapa Pak Ujang ga masuk-masuk”

Bu Nenden terkejut, dan hanya bisa terdiam saat Soleh mengatakan itu. Yang ada di pikirannya adalah soal tuduhannya dan para ibu-ibu terhadap Pak Ujang.

Kata : 260

banner-BC#09